Selasa 22 Nopember 2016 12:06
By Ali Parkhan Tsani
Menghadapi Hari Esok Yang Lebih Baik
Sidang jum’ah
rahimakumullah,
Setelah khatib
menyampaikan bacaan tahmid, syahadah, shalawat dan wasiat taqwallah. Marilah
kita renungkan kembali firman-firman Allah yang termuat di dalam Surah Al-Hasyr
ayat 18.
Artinya : “Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Hasyr
[59] : 18).
Didalam Tafsir Ibnu
Katsir disebutkan, bahwa melalui ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala berbicara
kepada orang-orang yang beriman kepada Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah memperhitungkan bahwa yang bersedia memikul perintah-Nya, yang sanggup
meningalkan larangan-Nya, adalah orang-orang yang beriman kepada-Nya. Karena
itu, orang yang merasa di dalam dirinya ada iman, tentu ia akan bersedia
mengubah perilakunya, menahan gejolak nafsunya, demi menjalankan tuntutan
Allah.
Karenanya, hadirin yang
berbahagia,
Ummat Islam adalah umat
kolektif, Ummatan Wahidatan (Ummat yang satu), bukan Ummat yang terpecah-belah,
atau tersegmentasi menjadi berbagai golongan. Banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan
umat Islam pada hakikatnya adalah umat yang satu. Maka ada yang disebut dengan
ukhuwwah Islamiyyah, tidak berpecah-belah dalam agama. Di antaranya : di dalam
Surah Ali Imran 103, Asy-Syura : 13, Al-Mu’minun : 52-54, Ar-Ruum : 31-32, dsb.
Dalam hal ini, Allah
menyeru orang-orang beriman agar senantiasa memelihara hubungan taqwa dengan
Allah Sang Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta beserta seisinya. Karenanya
pengakuan iman saja belumlah cukup sebelum dilengkapi dengan mempercepat
hubungan taqwa dengan Allah, dengan penuh ke¬ikhlasan jiwa, tawakkal berserah
diri sepenuhnya kepada kekuasan-Nya, ridha dan menerima segela ketentuan-Nya,
selalu bersyukur atas segala nikmat dan karunia-Nya, serta shabar menerima
segala ujian, mushibah, dan cobaan-Nya, menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, memberikan pertolongan kepada yang memerlukan, dan mudah memaafkan
kesalahan saudaranya. Kesemuanya itu hanya didapat karena adanya takwa kepada
Allah.
Adapun taqwa kepada Allah
agar tetap tumbuh subur adalah dengan cara senantiasa melestarikan ibadah
kepada Allah dengan rasa cinta seperti shalat berjama’ah, tadarus Al-Quran,
memperbanyak istighfar, shalat tahajud, mengeluarkan shadaqah, menyantuni kaum
fuqara dan dhu’afa, beramal jariyah, dan sebagainya. Demikian pula taqwa dapat
tetap kokoh bersemanyam di dalam dada setiap mukminin adalah dengan
memperbanyak dzikrullah, senantiasa mengingat bahwa hidup ini hanyalah
semata-mata singgah saja. Hingga pada akhirnya persinggahan hidup di dunia ini
akan ditutup dengan kematian. Kelak di akhirat amal kita akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Itulah sebabnya maka ayat
di atas menegur kita dengan kalimat :
Oleh karena tidak ada di
antara kita yang terlepas dari pengawasan Allah, tidak ada tindak kemaksiatan
kita, kedzaliman kita, yang tidak diketahui–Nya. Menunjukkan kita agar selalu
menyuburkan nilai taqwa kepada-Nya, selalu ingat akan pengawasan-Nya. Dengan
taqwa itulah kita menjadi selalu dekat dengan Allah.
Hadirin yang mengharap
ridha dan ampunan Allah,
Derajat taqwallah hanya
dapat diperoleh dengan usaha nyata, kesungguhan, tidak mudah putus asa. Sama
halnya dengan manusia berdagang, orang bekerja, atau pelajar sekolah. Mereka
tidak akan mendapatkan untung jika tidak kerja keras, tidak akan mendapatkan
bonus kalau tidak lembur, dan tidak akan memperoleh rangking terbaik kalau
tidak belajar.
Pepatah Arab mengatakan
“Man jadda wa jada”. (Siapa yang bersungguh-sungguh, pasti dapat!).
Khusus dalam meraih iman
dan ilmu, Allah akan mengangkat derajat mereka ke tempat yang mulia.
Sebagaimana firman-Nya :
Dalam sebuah kisah Ibrahim
Al-Harbi diceritakan, Muhammad bin Abdurrahman Al-Auqash adalah seorang yang
‘mohon maaf’ pendek. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang, ibunya berpesan,
“Wahai anakku, aku perhatikan, setiap engkau berada di sebuah tempat pertemuan,
engkau selalu ditertawakan dan direndahkan. Maka hendaklah engkau menuntut ilmu
setinggi mungkin, karena ilmu akan mengangkat derajatmu”. Ternyata betul, ia
mematuhi pesan ibunya. Sehingga suatu saat ia dipercaya menjadi Hakim Agung di
Mekkah selama 20 tahun.
Pada jaman Nabi, suatu
ketika sahabat Abdullah bin Mas’ud naik sebuah pohon, terlihat betisnya yang
kecil. Lalu ada yang meledeknya. Mendengar itu, lalu Nabi memberikan nasihat,
bahwa pada hari kiamat nanti, kedua betis Abdullah bin Mas’ud tersebut jauh
lebih kokoh dan lebih berat timbangan amal kebaikannya melebihi besarnya dan
kokohnya gunung, karena ilmu dan amalnya.
Dunia Barat, Eropa, hingga
Amerika sebenarnya maju pesat dalam ilmu pengetahuan, keluar dari
keterbelakangan, karena peran dan jasa-jasa para ilmuwan muslim. Sebut saja
pakar kedokteran pertama adalah Ibnu Sina atau disebut Avesina, bukuna Al-Qanun
fit Tiib dipakai di kedokteran-kedokteran terkemuka Eropa, ahli matematika
Al-Jabbar, pakar astronomi dan fisika Al-Birruni, pakar sosiologi Ibnu Khaldun,
pakar fisika-kimia Al-Kindi sang penemu dasar-dasar teori relativitas yang
kemudian publish oleh Einsten, Al-Khawarizmi yang terori trigonomterinya
dipakai di seluruh daratan Eropa pada abad 16 hingga kini, dll. Lalu, ada
generasi berikutnya, Prof Abdus Salam peraih nobel, Prof Habibie salah seorang
perancang pesawat terbang terkemuka yang kepakarannya diakui di seluruh dunia,
dst.
Itulah, hadirin yang
mulia,
Ilmu di tangan orang
beriman, menjadi manfaat dan maslahat untuk kesejahteraan umat manusia dan alam
sekitarnya. Sebaliknya, ilmu di tangan orang yang tidak beriman, maka ilmunya
hanya untuk membuat kerusakan di daratan dan di lautan saja.
Maka, marilah kita songsong hari akhir, kita menabung amal kebaikan, meningkatkan ilmu dan amal, gemar bershadaqah, dan berprestasi, menjadi generasi shalihin-shalihat yang lebih baik lagi. Amin yaa robbal ‘alamin.
0 komentar:
Posting Komentar